A MOTORCYCLE 2BLOGGER 5 NATIONAL PARK

Coming Soon Ride 2 National Park Stage 2 ------- Eastern Indonesia (Ride2theast)

Taman Nasional Merubetiri


Tujuan kami berikutnya setelah dari kawah Ijen yaitu Taman Nasional Merubetiri. Taman Nasional Merubetiri masih termasuk dalam wilayah kabupaten banyuwangi yang bisa ditempuh sekitar 2jam perjalanan dari Kota Banyuwangi.


Jalan menuju Taman Nasional Merubetiri sudah beraspal. Hanya saja jalannya agak bergelombang dan terdapat lubang di beberapa bagiannya. Dengan pemandangan sawah dan hutan, akan mengantar kita untuk menuju Pesanggaran. Pesanggaran adalah sebuah desa yang merupakan pintu masuk menuju Taman Nasional Merubetiri.
                                     


Memasuki Pesanggaran, jalan mulai rusak. Sudah tidak beraspal lagi melainkan jalan tanah yang bergelombang dengan batu-batu lepas dan pasir. Dari Pesanggaran menuju pos retribusi berjarak sekitar 10km dengan pemandangan hutan karet, perkebunan coklat, dan hutan jati.


Sesampainya di pos, kita mengisi buku tamu dan membayar retribusi. Setelah melewati pos, jalanan lebih rusak dan terjal. Kondisi jalan semakin lama semakin menguras energi dan emosi. Jalan dengan batuan lepas mulai mendominasi. Jalanan offroad itu kami lewati sejauh 20km. Bahkan kita harus menaiki getek untuk menyebrangi sungai karena jembatan yang putus. Sebenarnya sangat seru, tapi tak bisa dipungkiri lumayan melelahkan juga. Tapi diperjalanan itu kita juga bisa mengunjungi Pantai Rajegwesi, Teluk Hijau dan teluk Damai.


Di Taman Nasional Merubetiri, kami akan mengunjungi Pantai Sukamade yang merupakan tempat pengelolaan konservasi penyu. Fasilitas yang disediakan di resort Sukamade terbilang lengkap. Ada penginapan, camping ground, kantin, dan juga tempat penangkaran telur penyu sebagai salah satu wisata yang ditawarkan oleh pantai Sukamade. Karena di resort Sukamade letaknya jauh di dalam hutan, maka disini tidak ada jaringan listrik. Para petugas akan menggunakan genset untuk memasok kebutuhan listrik mereka, itupun baru dinyalakan ketika menjelang malam hari hari dan dimatikan pada pagi harinya.



Yang menarik, pada malam hari kita bisa mengikuti kegiatan rutin petugas untuk patroli. Patroli disini bukan seperti patroli untuk mengamankan lalu lintas, melainkan patroli untuk mengamankan telur-telur penyu. Di Pantai Sukamade memang merupakan tempat mendaratnya penyu-penyu untuk bertelur. Petugas dengan sabar dan ramah membimbing kami menuju pesisir Pantai Sukamade. Menuju tempat masuk Pantai Sukamade tidak jauh, hanya berjarak 700m dari resort Sukamade dengan berjalan kaki. Pada waktu melakukan treking, kita boleh menggunakan penerangan/senter, tapi setelah mendekati bibir pantai, segala penerangan harus dimatikan. Ini diperuntukkan agar tidak mengganggu konsentrasi penyu dalam melakukan pendaratan dan proses bertelurnya.


Diperlukan kesabaran dan faktor keberuntungan untuk mendapatkan momen penyu bertelur. Karena kita harus menunggu proses-proses penyu mendarat, menggali lubang badan, lubang tipuan, lubang telur, dan proses bertelurnya. Untuk bertelur, penyu memang sengaja membuat lubang tipuan untuk menipu predatornya yaitu babi hutan yang biasanya menyerang dan memakan telur-telur penyu. Disini kita juga tidak di ijinkan gaduh atau membuat suara-suara yang berisik yang bisa membuat penyu menjadi cemas dan tidak jadi bertelur.



Disana, kami berjalan menyisir Pantai Sukamade sampai ke sektor 17 atau sekitar 4km dari total 34 sektor. Kami sudah menemui beberapa penyu yang mendarat dan yang sudah membuat luang telur. Tapi malam itu nampaknya kami belum beruntung karena kami tidak sampai mendapati penyu-penyu yang bertelur. Kebetulan malam itu langit sangat cerah, sambil menunggu penyu yang diperkirakan akan mendarat, kami sempatkan rebahan di pasir pantai yang lembut sambil menikmati milky way dan angin laut yang bertiup lembut. Setelah beberapa waktu kami menunggu, para petugas memutuskan untuk kembali ke resort karena kemungkinan malam itu tidak ada penyu yang bertelur.



Keesokan paginya kami diberikan kesempatan untuk melepaskan tukik-tukik yang baru menetas. Kami tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan semangat kami menuju ke pantai dan melepaskan tukik-tukik yang sudah dibawakan oleh para petugas. Sangat menyenangkan saat melepas dan melihat tukik-tukik merangkak sekuat tenaga menuju laut lepas habitat asli mereka. Yang terkadang mereka kembali ke pinggir pantai karena tersapu ombak yang datang.



Setelah melepas tukik, kami kembali ke resort. Kami ke penangkaran dan melihat telur-telur penyu ditimbun untuk proses penetasan semi alami. Biasanya dalam 1 lubang diisi sekitar 100 butir telur dan menetas dalam waktu 2-3bulan. Dari total telur yang dimasukkan, tidak semuanya menetas secara sempurna. Ada beberapa yang menetas dengan kondisi cacat, ada pula yang sama sekali tidak menetas. Ini dikarenakan tertindih telur-telur diatasnya. Setiap harinya, para petugas di resort Sukamade berpatroli mengamankan telur-telur penyu dari predator dan para penjarah yang tidak bertanggungjawab untuk kemudian ditetaskan dan dilepaskan kembali ke laut agar populasi penyu semakin terjaga dan tidak punah. Biasanya penyu yang mendarat di pantai Sukamade adalah jenis penyu hijau dan beberapa penyu belimbing.


Di Pantai Sukamade, kami banyak belajar tentang konservasi penyu. Setelah dari Pantai Sukamade, kami lalu melanjutkan kembali perjalanan menuju Taman nasional Alas Purwo.

NOTE:
Retribusi Taman Nasional Merubetiri:
karcis masuk Rp. 2500,-/ orang
sumbangan sukarela konservasi penyu Rp. 100.000

Penginapan di Resort pantai Sukamade: Rp. 100.000 – Rp. 200.000



kawah Ijen



Jalan menuju Kawah Ijen dari Banyuwangi kami mengambil rute menuju ke Kecamatan Licin kemudian diteruskan ke Paltuding. Paltuding merupakan tempat untuk memulai pendakian ke Kawah Ijen. Dari Banyuwangi kota ke Kecamatan Licin berjarak kurang lebih 20km dengan kondisi jalan naik turun karena terhitung sudah memasuki daerah pegunungan Ijen. Sedangkan dari Licin menuju Paltuding, jalan semakin menanjak dan berkelok-kelok yang berjarak sekitar 20km juga. Untungnya pada saat itu, jalanan sudah di aspal halus, jadi kami tidak mengalami kesulitan yang berarti.



Di paltuding, sebenarnya tersedia penginapan. Tapi saat itu penginapan sudah full booking. Petugas di Paltuding menawarkan kami tenda lengkap dengan sleeping bag yang bisa disewa untuk beristirahat sebelum malamnya melakukan pendakian ke Kawah Ijen. Kami memutuskan untuk setuju menyewa tenda dan sleeping bag saja, karena menurut petugas, penginapan terdekat selain yang ada di paltuding masih berjarak 15km lagi.


Saat itu masih sore hari, udara sudah terasa dingin. Dan menjelang malam, semakin terasa dingin. Saat itu suhunya tercatat 13°C dan mungkin akan lebih dingin lagi ketika tengah malam. Gunung Ijen yang memiliki ketinggian 2.443mdpl ini memang dikenal memiliki cuaca ekstrim. Di musim kemarau, suhunya bisa lebih dingin dari ini. Setelah makan malam, kami langsung istirahat untuk nanti melakukan pendakian pada tengah malam.

Pukul 01.00 kami sudah siap untuk mendaki. Pendakian dilakukan tengah malam karena kami ingin melihat blue fire atau api biru yang ada di Kawah Ijen. Blue fire hanya terlihat pada saat gelap saja, pada saat terang bulan pun bisa membuat blue fire hanya terlihat samar-samar. Kita patut berbangga memiliki blue fire karena hanya ada 2 di dunia, yaitu di Islandia dan Indonesia saja.

Kami tidak sendiri, banyak juga wisatawan domestik dan mancanegara yang mendaki. Tak hanya itu, para penambang belerang juga sudah mulai berangkat melakukan tugasnya. Kawah Ijen memproduksi belerang yang mana belerang-belerang itu setiap harinya diangkut oleh para penambang. Setiap penambang bisa mengangkut sekitar 80kg belerang dengan cara dimasukkan dalam keranjang dan dipikul. Belerang itu nantinya ditimbang dan hanya dihargai Rp. 600/kg.

Dari Paltuding menuju Kawah Ijen berjarak sekitar 3km yang bisa ditempuh sekitar 1,5-2jam jalan kaki. Track pertama yang kami lalui, medannya cukup berat. Tanjakan yang curam, berpasir dan agak licin. Jadi kami harus mencondongkan badan kedepan agar langkah kami tidak tergelincir dan merosot ke belakang. Sesekali juga kami berhenti untuk mengatur nafas yang terengah-engah dan memijit-mijit kaki yang lumayan pegal juga.

Setelah 2km kami tempuh dengan jalan yang cukup menanjak, kami sampai di Pos Bunder. Pos bunder adalah tempat beristirahat bagi para pendaki juga para penambang. Disana juga terdapat warung, tapi karena pada saat itu hari masih malam, warung masih tutup. Jadi kami hanya beristirahat dengan duduk-duduk dan menikmati bekal yang kami bawa sendiri. Begitu juga dengan para penambang. Mereka juga beristirahat dan menikmati makanan yang mereka bawa sendiri.

Dari Pos Bunder, jalan sudah agak landai tidak terlalu menanjak seperti sebelumnya. Tapi di 1km terakhir ini bau belerang sudah mulai tercium. Kami mulai memakai masker yang sudah kami siapkan. Semakin lama, bau belerang semakin menusuk dan sedikit mengganggu pernafasan dan penglihatan kami. Dengan masker yang menutup mulut dan hidung, kami mencoba mengatur nafas. Mata juga mulai pedih karena semakin lama asap belerang semakin tebal dan pekat seperti kabut.

Sesampainya di Kawah Ijen, disana sudah banyak wisatawan yang juga ingin menikmati blue fire dan sunrise. Ramai sekali. Kami mulai mencari tempat yang strategis untuk menikmati blue fire. Kami memilih tempat yang agak tertutup tebing dibelakangnya agar kami tidak langsung terkena angin gunung. Semakin lama, udara terasa semakin dingin karena kami tidak melakukan kegiatan lain selain duduk dan memandang blue fire.

Tak lama, matahari mulai menampakkan diri di ufuk timur tapi itu tak cukup untuk menghangatkan tubuh kami. Kami mulai berjalan mengitari kaldera dan mengabadikan momen itu. Beberapa saat sudah kami lewati, lalu kami turun kembali ke Paltuding.

Di perjalanan turun, hari sudah mulai terang. Pemandangan sekitar mulai terlihat jelas. Gugusan gunung lain disekitar Gunung Ijen, juga hijaunya pepohonan yang menambah sejuknya pagi itu. Sesampainya di Pos Bunder, disana sudah ramai orang-orang yang sedang beristirahat. Warung pun sudah buka. Ternyata di Pos Bunder juga merupakan tempat para penambang menimbang belerang yang mereka pikul. Terdapat juga beberapa kerajinan yang terbuat dari belerang diperjual belikan disana.

Menuruni Gunung Ijen tidak membutuhkan waktu lama seperti waktu menaikinya. Hanya sekitar 1jam jalan kaki, kami sudah sampai di Paltuding. Hanya saja kaki terasa lebih pegal dari sebelumnya. Mungkin karena saat turun, kaki lebih menopang seluruh berat badan.

Di Paltuding kami beristirahat sebentar. Menikmati teh hangat dan sarapan yang dijual di warung sekitar area parkir Paltuding. Tak lama setelahnya, kita berkemas dan kembali melanjutkan perjalanan menuju Taman nasional Merubetiri.

NOTE:

  • jika mengunjungi ijen usahakan membawa kamera digital yang di sertai dengan feature manual dan blits seperti saya hanya membawa actioncam dan banyak momen indah yang tak ter ambil.
  • membawa jaket tebal dan masker adalah harga mati
  • Tiket masuk kawah ijen  Rp. 2000,-
  • kamera Rp 3000,-
  • Tenda + sleeping bag: Rp. 100.000,-


Eky flowly
Latanza Firdaus