Tujuan kami berikutnya setelah dari kawah Ijen yaitu Taman Nasional Merubetiri. Taman Nasional Merubetiri masih termasuk dalam wilayah kabupaten banyuwangi yang bisa ditempuh sekitar 2jam perjalanan dari Kota Banyuwangi.
Jalan menuju Taman Nasional Merubetiri sudah beraspal. Hanya saja jalannya agak bergelombang dan terdapat lubang di beberapa bagiannya. Dengan pemandangan sawah dan hutan, akan mengantar kita untuk menuju Pesanggaran. Pesanggaran adalah sebuah desa yang merupakan pintu masuk menuju Taman Nasional Merubetiri.
Memasuki Pesanggaran, jalan mulai rusak. Sudah tidak beraspal lagi melainkan jalan tanah yang bergelombang dengan batu-batu lepas dan pasir. Dari Pesanggaran menuju pos retribusi berjarak sekitar 10km dengan pemandangan hutan karet, perkebunan coklat, dan hutan jati.
Sesampainya di pos, kita mengisi buku tamu dan membayar retribusi. Setelah melewati pos, jalanan lebih rusak dan terjal. Kondisi jalan semakin lama semakin menguras energi dan emosi. Jalan dengan batuan lepas mulai mendominasi. Jalanan offroad itu kami lewati sejauh 20km. Bahkan kita harus menaiki getek untuk menyebrangi sungai karena jembatan yang putus. Sebenarnya sangat seru, tapi tak bisa dipungkiri lumayan melelahkan juga. Tapi diperjalanan itu kita juga bisa mengunjungi Pantai Rajegwesi, Teluk Hijau dan teluk Damai.
Di Taman Nasional Merubetiri, kami akan mengunjungi Pantai Sukamade yang merupakan tempat pengelolaan konservasi penyu. Fasilitas yang disediakan di resort Sukamade terbilang lengkap. Ada penginapan, camping ground, kantin, dan juga tempat penangkaran telur penyu sebagai salah satu wisata yang ditawarkan oleh pantai Sukamade. Karena di resort Sukamade letaknya jauh di dalam hutan, maka disini tidak ada jaringan listrik. Para petugas akan menggunakan genset untuk memasok kebutuhan listrik mereka, itupun baru dinyalakan ketika menjelang malam hari hari dan dimatikan pada pagi harinya.
Yang menarik, pada malam hari kita bisa mengikuti kegiatan rutin petugas untuk patroli. Patroli disini bukan seperti patroli untuk mengamankan lalu lintas, melainkan patroli untuk mengamankan telur-telur penyu. Di Pantai Sukamade memang merupakan tempat mendaratnya penyu-penyu untuk bertelur. Petugas dengan sabar dan ramah membimbing kami menuju pesisir Pantai Sukamade. Menuju tempat masuk Pantai Sukamade tidak jauh, hanya berjarak 700m dari resort Sukamade dengan berjalan kaki. Pada waktu melakukan treking, kita boleh menggunakan penerangan/senter, tapi setelah mendekati bibir pantai, segala penerangan harus dimatikan. Ini diperuntukkan agar tidak mengganggu konsentrasi penyu dalam melakukan pendaratan dan proses bertelurnya.
Diperlukan kesabaran dan faktor keberuntungan untuk mendapatkan momen penyu bertelur. Karena kita harus menunggu proses-proses penyu mendarat, menggali lubang badan, lubang tipuan, lubang telur, dan proses bertelurnya. Untuk bertelur, penyu memang sengaja membuat lubang tipuan untuk menipu predatornya yaitu babi hutan yang biasanya menyerang dan memakan telur-telur penyu. Disini kita juga tidak di ijinkan gaduh atau membuat suara-suara yang berisik yang bisa membuat penyu menjadi cemas dan tidak jadi bertelur.
Disana, kami berjalan menyisir Pantai Sukamade sampai ke sektor 17 atau sekitar 4km dari total 34 sektor. Kami sudah menemui beberapa penyu yang mendarat dan yang sudah membuat luang telur. Tapi malam itu nampaknya kami belum beruntung karena kami tidak sampai mendapati penyu-penyu yang bertelur. Kebetulan malam itu langit sangat cerah, sambil menunggu penyu yang diperkirakan akan mendarat, kami sempatkan rebahan di pasir pantai yang lembut sambil menikmati milky way dan angin laut yang bertiup lembut. Setelah beberapa waktu kami menunggu, para petugas memutuskan untuk kembali ke resort karena kemungkinan malam itu tidak ada penyu yang bertelur.
Keesokan paginya kami diberikan kesempatan untuk melepaskan tukik-tukik yang baru menetas. Kami tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan semangat kami menuju ke pantai dan melepaskan tukik-tukik yang sudah dibawakan oleh para petugas. Sangat menyenangkan saat melepas dan melihat tukik-tukik merangkak sekuat tenaga menuju laut lepas habitat asli mereka. Yang terkadang mereka kembali ke pinggir pantai karena tersapu ombak yang datang.
Setelah melepas tukik, kami kembali ke resort. Kami ke penangkaran dan melihat telur-telur penyu ditimbun untuk proses penetasan semi alami. Biasanya dalam 1 lubang diisi sekitar 100 butir telur dan menetas dalam waktu 2-3bulan. Dari total telur yang dimasukkan, tidak semuanya menetas secara sempurna. Ada beberapa yang menetas dengan kondisi cacat, ada pula yang sama sekali tidak menetas. Ini dikarenakan tertindih telur-telur diatasnya. Setiap harinya, para petugas di resort Sukamade berpatroli mengamankan telur-telur penyu dari predator dan para penjarah yang tidak bertanggungjawab untuk kemudian ditetaskan dan dilepaskan kembali ke laut agar populasi penyu semakin terjaga dan tidak punah. Biasanya penyu yang mendarat di pantai Sukamade adalah jenis penyu hijau dan beberapa penyu belimbing.
Di Pantai Sukamade, kami banyak belajar tentang konservasi penyu. Setelah dari Pantai Sukamade, kami lalu melanjutkan kembali perjalanan menuju Taman nasional Alas Purwo.
NOTE:
Retribusi Taman Nasional Merubetiri:
karcis masuk Rp. 2500,-/ orang
sumbangan sukarela konservasi penyu Rp. 100.000
Penginapan di Resort pantai Sukamade: Rp. 100.000 – Rp. 200.000
Jalan menuju Kawah Ijen dari Banyuwangi kami mengambil rute menuju ke Kecamatan Licin kemudian diteruskan ke Paltuding. Paltuding merupakan tempat untuk memulai pendakian ke Kawah Ijen. Dari Banyuwangi kota ke Kecamatan Licin berjarak kurang lebih 20km dengan kondisi jalan naik turun karena terhitung sudah memasuki daerah pegunungan Ijen. Sedangkan dari Licin menuju Paltuding, jalan semakin menanjak dan berkelok-kelok yang berjarak sekitar 20km juga. Untungnya pada saat itu, jalanan sudah di aspal halus, jadi kami tidak mengalami kesulitan yang berarti.
Di paltuding, sebenarnya tersedia penginapan. Tapi saat itu penginapan sudah full booking. Petugas di Paltuding menawarkan kami tenda lengkap dengan sleeping bag yang bisa disewa untuk beristirahat sebelum malamnya melakukan pendakian ke Kawah Ijen. Kami memutuskan untuk setuju menyewa tenda dan sleeping bag saja, karena menurut petugas, penginapan terdekat selain yang ada di paltuding masih berjarak 15km lagi.
Saat itu masih sore hari, udara sudah terasa dingin. Dan menjelang malam, semakin terasa dingin. Saat itu suhunya tercatat 13°C dan mungkin akan lebih dingin lagi ketika tengah malam. Gunung Ijen yang memiliki ketinggian 2.443mdpl ini memang dikenal memiliki cuaca ekstrim. Di musim kemarau, suhunya bisa lebih dingin dari ini. Setelah makan malam, kami langsung istirahat untuk nanti melakukan pendakian pada tengah malam.
Pukul 01.00 kami sudah siap untuk mendaki. Pendakian dilakukan tengah malam karena kami ingin melihat blue fire atau api biru yang ada di Kawah Ijen. Blue fire hanya terlihat pada saat gelap saja, pada saat terang bulan pun bisa membuat blue fire hanya terlihat samar-samar. Kita patut berbangga memiliki blue fire karena hanya ada 2 di dunia, yaitu di Islandia dan Indonesia saja.
Kami tidak sendiri, banyak juga wisatawan domestik dan mancanegara yang mendaki. Tak hanya itu, para penambang belerang juga sudah mulai berangkat melakukan tugasnya. Kawah Ijen memproduksi belerang yang mana belerang-belerang itu setiap harinya diangkut oleh para penambang. Setiap penambang bisa mengangkut sekitar 80kg belerang dengan cara dimasukkan dalam keranjang dan dipikul. Belerang itu nantinya ditimbang dan hanya dihargai Rp. 600/kg.
Dari Paltuding menuju Kawah Ijen berjarak sekitar 3km yang bisa ditempuh sekitar 1,5-2jam jalan kaki. Track pertama yang kami lalui, medannya cukup berat. Tanjakan yang curam, berpasir dan agak licin. Jadi kami harus mencondongkan badan kedepan agar langkah kami tidak tergelincir dan merosot ke belakang. Sesekali juga kami berhenti untuk mengatur nafas yang terengah-engah dan memijit-mijit kaki yang lumayan pegal juga.
Setelah 2km kami tempuh dengan jalan yang cukup menanjak, kami sampai di Pos Bunder. Pos bunder adalah tempat beristirahat bagi para pendaki juga para penambang. Disana juga terdapat warung, tapi karena pada saat itu hari masih malam, warung masih tutup. Jadi kami hanya beristirahat dengan duduk-duduk dan menikmati bekal yang kami bawa sendiri. Begitu juga dengan para penambang. Mereka juga beristirahat dan menikmati makanan yang mereka bawa sendiri.
Dari Pos Bunder, jalan sudah agak landai tidak terlalu menanjak seperti sebelumnya. Tapi di 1km terakhir ini bau belerang sudah mulai tercium. Kami mulai memakai masker yang sudah kami siapkan. Semakin lama, bau belerang semakin menusuk dan sedikit mengganggu pernafasan dan penglihatan kami. Dengan masker yang menutup mulut dan hidung, kami mencoba mengatur nafas. Mata juga mulai pedih karena semakin lama asap belerang semakin tebal dan pekat seperti kabut.
Sesampainya di Kawah Ijen, disana sudah banyak wisatawan yang juga ingin menikmati blue fire dan sunrise. Ramai sekali. Kami mulai mencari tempat yang strategis untuk menikmati blue fire. Kami memilih tempat yang agak tertutup tebing dibelakangnya agar kami tidak langsung terkena angin gunung. Semakin lama, udara terasa semakin dingin karena kami tidak melakukan kegiatan lain selain duduk dan memandang blue fire.
Tak lama, matahari mulai menampakkan diri di ufuk timur tapi itu tak cukup untuk menghangatkan tubuh kami. Kami mulai berjalan mengitari kaldera dan mengabadikan momen itu. Beberapa saat sudah kami lewati, lalu kami turun kembali ke Paltuding.
Di perjalanan turun, hari sudah mulai terang. Pemandangan sekitar mulai terlihat jelas. Gugusan gunung lain disekitar Gunung Ijen, juga hijaunya pepohonan yang menambah sejuknya pagi itu. Sesampainya di Pos Bunder, disana sudah ramai orang-orang yang sedang beristirahat. Warung pun sudah buka. Ternyata di Pos Bunder juga merupakan tempat para penambang menimbang belerang yang mereka pikul. Terdapat juga beberapa kerajinan yang terbuat dari belerang diperjual belikan disana.
Menuruni Gunung Ijen tidak membutuhkan waktu lama seperti waktu menaikinya. Hanya sekitar 1jam jalan kaki, kami sudah sampai di Paltuding. Hanya saja kaki terasa lebih pegal dari sebelumnya. Mungkin karena saat turun, kaki lebih menopang seluruh berat badan.
Di Paltuding kami beristirahat sebentar. Menikmati teh hangat dan sarapan yang dijual di warung sekitar area parkir Paltuding. Tak lama setelahnya, kita berkemas dan kembali melanjutkan perjalanan menuju Taman nasional Merubetiri.
NOTE:
jika mengunjungi ijen usahakan membawa kamera digital yang di sertai dengan feature manual dan blits seperti saya hanya membawa actioncam dan banyak momen indah yang tak ter ambil.
Taman Nasional Baluran adalah salah satu Taman Nasional di Indonesia yang terletak di wilayah Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur (sebelah utara Banyuwangi). Nama dari Taman Nasional ini diambil dari nama gunung yang berada di daerah ini, yaitu gunung Baluran yang memiliki ketinggian 1.247 Mdpl yang merupakan gunung paling timur di Jawa Timur. Memiliki luas sebesar 25.000Ha, TN Baluran memiliki sekitar 444 jenis tumbuhan dan di antaranya merupakan tumbuhan asli yang khas dan mampu beradaptasi dalam kondisi yang sangat kering sekalipun. Selain tumbuh-tumbuhan, TN Baluran juga dihuni banyak satwa yang hidup secara bebas dan liar. Ada 26 jenis mamalia, dan sekitar 155 jenis burung diantaranya termasuk yang langka. Disini satwa banteng merupakan maskot/ciri khas dari Taman Nasional Baluran. Pada Hm. 80 Batangan – Bekol , terdapat sumur tua yang menjadi legenda masyarakat sekitar. Legenda tersebut menceritakan bahwa kota Banyuwangi, Bali dan Baluran sama-sama menggali sumur. Apabila, sumur di masing-masing kota tersebut lebih dahulu mengeluarkan air dan mengibarkan bendera, berarti kota tersebut akan merupakan sentral keramaian/ kebudayaan.
Jalan beraspal memasuki Taman Nasional Baluran
Waktu itu siang menjelang sore, masih ada waktu untuk melihat sebentar ke dalam Taman Nasional. Jadi kami putuskan untuk membayar retribusi dan mulai “mengintip” Taman nasional Baluran. Rencananya, malam itu kami ingin menginap di penginapan yang ada di Bekol. Tapi ternyata saat itu wisma yang ada di Bekol dan Bama ditutup untuk beberapa waktu yang tidak bisa ditentukan, karena sedang proses perpanjangan perijinan. Jadi untuk pengunjung yang ingin menginap untuk sementara dialihkan di homestay-homestay/rumah penduduk di sekitaran Taman Nasional Baluran.
Gunung Baluran terlihat Anggun dari Savana Bekol
Akses jalan dari pos retribusi TN Baluran sampai ke Bekol menempuh jarak kurang lebih 12km dengan kondisi jalan aspal yang rusak. Ada juga beberapa bagian jalan yang berlumpur dan terdapat juga jalanan dengan batu-batu lepas.
Acara “mengintip” TN Baluran sore itu menyenangkan sekali. Binatang-binatang seperti kerbau liar, rusa, banteng, merak, monyet-monyet yang menghuni savana bekol menampakkan diri seolah-olah menyambut kedatangan kami. Mereka merumput secara bebas di savana Bekol yang luasnya sekitar 250 km persegi dari total 10.000Ha savana yang ada di TN Baluran, dimana itu merupakan ekosistem savana yang alami dan terluas di Pulau Jawa.
Kerbau di Savana Bekol
Tak jauh dari savana Bekol, terdapat juga Pantai Bama yang berjarak hanya 3km. Akses jalan menuju Pantai Bama lebih rusak jika dibanding jalan menuju savana Bekol. Pantai Bama merupakan bagian dari gugusan pantai yang menjadi batas kawasan Taman Nasional Baluran. Memiliki pasir pantai yang putih dengan vegetatif bakau disekitar pantai.
Monyet di Savana Bekol
Sedikit berbeda dengan savana Bekol, satwa yang menghuni pantai Bama terlihat lebih sedikit. Karena tidak ada savana disini. Hanya monyet-monyet yang bergelantungan dan berkeliaran kesana kemari. Yang ditawarkan Pantai bama tak hanya pantai nya yang biru landai dengan gugusan bakau disekitarnya, tapi juga keindahan pemandangan underwater nya. Disana kita bisa menyewa alat snorkling kemudian menikmati bawah lautnya. Hari itu bukan termasuk hari libur, jadi Pantai Bama cukup sepi. Hari semakin sore, acara “mengintip” Taman Nasional Baluran kami cukupkan dulu untuk kemudian kami lanjutnya esok harinya. Kami sangat menikmati apa yang disuguhkan savana Bekol dan pantai bama sore itu.
Keluar dari TN Baluran, kami kebingungan mencari penginapan. Untungnya kami bertemu dengan pak Imam di depan gerbang pintu masuk TN Baluran. Ternyata rumah beliau juga dijadikan homestay yang biasanya juga dipakai para mahasiswa luar kota yang sedang melakukan penelitian di TN Baluran, dan beliau menawarkannya pada kami dengan harga yang sangat terjangkau. Kami menyambutnya dengan antusias. Tak buang waktu, sesampainya di homestay, kami langsung istirahat memulihkan tenaga untuk perjalanan keesokan harinya.
Savana Bekol
Savana Bekol
Gunung Baluran dari Savana Bekol Taman Nasional Baluran
NOTE: Tiket masuk baluran: Rp. 2.500/orang, Rp.3.000 untuk kendaraan R2 Harga sewa snorkling: Rp 30.000, sudah bisa sewa peralatan snorkeling lengkap (kaca mata, snorkel, fins, dan life jacket).
Homestay: 35.000/orang bisa hubungi pak Imam di 081934880196 NB: untuk saat ini penginapan di Savana Bekol dan Pantai Bama Taman Nasional Baluran masih dalam proses perpanjangan ke kementrian pusat jadi untuk sementara koprasi di tutup dan penginapan di alihkan ke rumah penduduk.
Eky flowly Latanza Firdaus
Gunung Baluran dan Savana Bekol
salah satu jenis satwa liar Penghuni Taman Nasional Baluran
Pantai Bama
sekumpulan Kerbau Taman Nasional Baluran
Hamparan Luas Taman Nasional Baluran Terlihat dari gardu pandang Savana Bekol
#ride2nationalpark
adalah perjalanan kami mengeksplor 4 taman nasional yang ada di Jawa Timur
dengan mengendarai kendaraan roda dua atau sepeda motor. Taman Nasional itu
adalah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Taman Nasional Baluran,
Taman Nasional Merubetiri, dan Taman Nasional Alas Purwo. Ditambah dengan
mengunjungi Kawah Ijen yang dulunya merupakan bagian dari Taman Nasional
Baluran.
Perjalanan kami mulai dari
kota Jogjakarta pada tanggal 25 Februari 2014 dengan tujuan pertama adalah TNBTS.
Kami berangkat pada siang hari dan beristirahat di Madiun. Di Madiun kami
beristirahat cukup lama sampai tengah malam, karena ingin menikmati nasi pecel
di alun-alun kota Madiun yang kebetulan hanya buka pada malam hari mulai pukul
23.00. Setelah menikmati nasi pecel, kami melanjutkan perjalanan menuju kota
Malang.
Kondisi jalan dari kota
Madiun menuju kota Malang pada saat itu berdebu dan berpasir dikarenakan dampak
dari letusan Gunung Kelud pada tanggal 14 Februari yang lalu. Jadi kami memacu
sepeda motor dengan kecepatan sedang. Memasuki Kecamatan Ngantang, kembali kami
kurangi kecepatan laju sepeda motor. Disana debu dijalanan masih lumayan tebal
dan menjadi licin karena sehabis terguyur hujan. Pada bahu jalan pun terdapat
tumpukan-tumpukan pasir yang sudah dikeruk warga, genteng rumah-rumah penduduk
pun nampak masih berselimut debu vulkanik. Bahkan ada sisi jalan yang longsor
terkikis derasnya banjir lahar dingin dari letusan Gunung Kelud. Sehingga lalu
lintas menjadi agak tersendat karena hanya ada satu jalur yang bisa dilewati
dan diberlakukan jalur buka tutup.
gerbang Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Sesampainya di Kota
Malang, kami tidak langsung menuju TNBTS. Kami beristirahat dulu di tempat om
Alfian JBC Bike. Rencananya kami akan melanjutkan perjalanan ke TNBTS pada
siang hari. Tapi ternyata siang itu hujan cukup deras mengguyur Kota Malang dan
kondisi badan kami masih capek. Lalu kami putuskan untuk bermalam dulu ditempat
om alfian, dan menuju ke TNBTS pada keesokan harinya.
gerbang Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Malam harinya, kami
sempatkan untuk menikmati kuliner di Kota Malang, yaitu penyetan belut di
daerah kalpataru. Dengan harga yang sangat terjangkau, cukup dengan Rp. 8.000,-
kita bisa menikmati penyetan belut dengan porsi yang cukup besar. Setelah
menyelesaikan makan malam, kami menuju ke jalan ijen untuk menemui teman dari
FR2. Ngeteh dan ngobrol-ngobrol kami lalui malam itu, lalu kami kembali ke
tempat om alfian dan segera beristirahat untuk melanjutkan perjalanan ke TNBTS
keesokan harinya.
Kamis, pagi hari, kami segera bangun dan bersiap-siap untuk menuju TNBTS. Tak
lupa kami sarapan dulu dengan sepiring nasi uduk. Jalur yang kami lalui saat
itu melalui Tumpang. Jalur Tumpang terhitung jalur yang tidak mudah, karena
menanjak dan terjal. Dengan bawaan kami yang lumayan banyak dan box yang
overload, beberapa kali motor tidak kuat nanjak dan harus dituntun dengan
berjalan kaki. Sedikit sekali jalan di Tumpang yang agak landai, jadi semisal
motor sudah terlanjur tidak kuat menanjak, akan sulit untuk menemukan jalan
yang landai untuk mengambil ancang-ancang.
gerbang Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Sesampainya di Ngadas, tepatnya sebelom pos retribusi TNBTS, kami
beristirahat dulu di warung. Disana kami ngopi dulu sambil mendinginkan mesin
motor yang sudah diforsir tenaganya untuk menanjak di Tumpang. Dari Ngadas
sudah terlihat di sebelah kanan Gunung Semeru yang menjulang, sedangkan sisi
kirinya hamparan luas lautan pasir bromo dan bukit teletabisnya. Setelah
beristirahat beberapa waktu, kami bersiap kembali untuk turun ke lautan pasir Bromo. Ketika kami bersiap untuk
ngegas lagi, pandangan kami terpaku pada seseorang yang baru saja tiba ke
warung itu dari arah Bromo. Yang membuat kami terdiam sejenak adalah orang itu
mengendarai sepeda kayuh dengan bawaan yang lumayan banyak, ya seperti bikepacker
begitu. Kami menyapa, mengenalkan diri, dan berbincang sejenak. Beliau adalah
om Budi Contador Candra dari Jakarta. Beliau selesai mengeksplore Bromo dan
hendak melanjutkan perjalanan ke Malang. Tidak main-main, perjalanan beliau
tidak hanya mengeksplore Bromo, tapi sudah menempuh Asia dan ini sedang dalam
proses mengeksplore Indonesia. Ya, dengan sepeda kayuh nya itu tentunya. Terkagum-kagum
kami dibuatnya. Setelah berbincang, kami melanjutkan perjalanan kami, dan om
Budi hendak beristirahat dulu di warung itu. Perbincangan singkat kami dengan
om budi itu membawa semangat tersendiri bagi kami.
Foto dengan om Budi Contador Chandra Bikepacker yang keliling Asia
Tidak jauh dari warung tempat kami ngopi, kami berhenti untuk membayar
retribusi memasuki kawasan TNBTS Rp. 10.000/orang dan Rp. 3.000/kendaraan R2.
Dan kami tak buang waktu lagi, segera menuruni jalanan terjal untuk menuju
savana Bromo. Kali ini sudah tidak ada lagi jalan menanjak, tapi kondisi
jalannya lebih parah dibanding dengan Tumpang. Batu-batu lepas dan berpasir.
Di savana Bromo waktu itu sudah tidak pagi lagi, tapi udara dingin masih
terasa menyusup di sela-sela jaket kami. Pemandangan hijau terhampar seperti
permadani ditawarkan oleh bukit teletabis. Menyegarkan mata.
Biasanya, yang disukai dari lautan pasirnya adalah tantangan saat kita berkendara
disana. Pasir yang tebal akan membuat kendaraan kita geal geol yang memaksa
kita untuk menjaga keseimbangan agar tak jatuh. Tapi saat itu tak kami jumpai
tantangan itu, karena pasirnya memadat. Mungkin karena hujan yang mengguyur
membuat pasir-pasirnya mengeras. Pun tak kami dengar pasir yang berbisik, angin
tak berhembus kencang. Hanya semilir yang membuat sejuk. Sangat hening saat
itu, hanya beberapa kendaraan jeep yang melewati kami. Tak banyak pengunjung
yang datang. Ya karena pada hari itu bukan hari libur juga, jadi kami bisa
menikmati suasana itu dengan tenang.
Pos retribusi Masuk Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Hari hampir menjelang sore, perut terasa lapar. Kami bergegas keluar dari
lautan pasir mencari warung makan di atas. Kali ini kami tidak melewati jalanan
yang sama, kami mengambil jalur yang ke arah Probolinggo. Karena setelesai
makan kami akan langsung melanjutkan perjalanan ke TN Baluran.
Pos retribusi Masuk Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Bukit teletubies Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Bukit teletubies Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
padang savana Taman Nasional Bromo tengger Semeru
Pasir berbisik Taman Nasional Bromo Tengger semeru
Dalam perjalanan Ride 2 National Park kami mengunjungi Taman Nasional Merubetiri di desa Sarongan kecamatan Pesanggaran kabupaten Banyuwangi Jawatimur, di Taman Nasional Merubetiri juga terdapat konservasi penyu tepatnya di Sukamade masih masuk dalam kawasan Taman Nasional Merubetiri. Di sana kami banyak belajar tentang penyu mulai dari pengambilan telur penyu di Pantai Turtle atau pada umumnya menyebut pantai sukamade.
pelepasan tukik
Di dalam konservasi penyu pertama harus menunggu pendaratan penyu di pantai pada malam hari sangat seru kita di pandu dengan mas penyu dan om dokter penyu (sebutan buat petugas konservasi penyu) om dokter penyu dan mas penyu sangat ramah sekali dan kita bisa mengorek-ngorek Ilmu perpenyuan mereka, dan ternyata penyu itu bisa di tentukan jenis kelaminnya dengan suhu dalam pasir dan bisa menentukan kelaminnya sendiri setelah berumur 10-15 tahun, team konservasi penyu Sukamade menentukan suhu dalam pasir konservasi untuk betina dengan suhu di atas 30 derajat celcius dan pejantan dibawah 28 derajat celcius.
tukik
Banyak jenis penyu yang mendarat di Sukamade ada 4 jenis penyu dari 6 jenis penyu yang ada di Indonesia yaitu Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu Slengkrah (Lepidochelys olivaceae), dan Penyu Belimbing (Dermochelys coriaceae). Penyu yang paling sering mendarat adalah Penyu hijau.C. mydas disebut penyu hijau karena mempunyai warna lemak dan daging agak kehijauan. Ciri morfologinya antara lain terdapat sepasang sisik prefrontal pada kepala, tempurung berbentuk hati dengan tepi rata dan berwarna hijau coklat dengan bercak coklat tua sampai hitam. Karapas terdiri dari empat pasang costal, lima vertebral dan 12 pasang marginal yang tidak menutupi satu sama lain. Terdapat sepasang kuku pada flipper/dayung depan, kepalanya kecil dan bundar. Keping perisai punggung tukik penyu hijau berwarna hitam, sedangkan bagian ventral berwarna putih. Lokasi kegiatan pelestarian penyu hijau (C. mydas) dilaksanakan di Resort Sukamade SPTN Wilayah I Sarongan, dimana Pantai Sukamade merupakan salah satu tempat mendarat penyu di pulau Jawa bagian Timur.
Untuk penangkarang harus melewati proses
-penyu mendarat di pantai untuk bertelur
-penyu membuat lubang telur
-penyu bertelur
-penyu membuat lubang tipuan untuk menipu predator
-pengambilan telur penyu
-penananaman telur penyu di konservasi pada pagi hari
sekali bertelur penyu membutuhkan waktu sekitar 2-3 jam untuk melewati proses-proses tersebut. Penyu di sukamade bermigrasi lebih dari 2000 kilometer katanya bisa sampai Australia saat menuju ruaya pakan
Panduan Pengamatan penyu dari sukamade
kurangi kegaduhan hingga paling minimum tetaplah tenang dan bergerak dengan pelan.
jangan mendekati penyu yang baru saja mendarat, karena pada saat ini level kewaspadaan penyusedang pada tingkat tinggi, penyu dapat menjadi ketakutan dan kembali kelaut.
indukan penyu yang baru bertelur harus di tinggalkan sendiri, tak boleh di dekati.
minimalkan penggunaan senter, sebaiknya menggunakan lampu merah jangan mengarahkan langsung ke muka induk penyu
mundurlah pelan-pelan jika penyu merasa ketakutan.
tidak boleh mengganggu tukik jika sedang bertemu dengan tukik ketika melakukan pengamatan penyu bertelur.
jangan mengambil foto dengan lampu blits sebelum indukan bertelur, karena lampu blits akan membuat penyu buta sesaat.
pananaman/penangkaran telur penyu
Sangat seru dalam mengikuti konservasi penyu di Sukamade Taman nasional Merubetiri ini kami tim Ride 2 National Park banyak belajar banyak, dan dapat pemandangan keren bintang-bintang (milkyway) yang seperti bersatu di angkasa membuat cahaya remang yang menyinari bumi dan melatih insting kita dalam penangkapan cahaya dalam keremangan dan di pagi harinya kita melakukan pelepasan tukik.
pengambilan telur penyu mulai dari pukul 19:00 sampai dapat penyu yang bertelur dengan jalan 700m menuju pantai dan nanti ada info lagi untuk menuju sektor telur bertelur panjang pantai Sukamade 3,8Km di bagi setiap sektor 150M dari ujung pantai. dan pelepasan penyu dilaksanakan pagi hari sekitar jam 7:00